Sunday, May 18, 2008

सरिता रक्यत दी जावा तिमुर

Diperbaharui tanggal :May 18, 2008



CERITA RAKYAT

DAERAH JAWA TIMUR

Babad Madiun Babad Magetan Jaka Sumilir Panji Wuyung



BABAD MADIUN

Sultan Trenggana mempunyai anak 6 orang, yakni Pangeran Mukmin yg lalu dinobatkan menjadi

seorang wali oleh Sunan Giri yang bergelar Sunan Prawata. Putra kedua adalah seorang putri yang

dipersunting oleh Pangeran Langgar, putra kyai Gede Sampang di Madura. Putri ketiga permaisuri

Pangeran Hadiri, bupati Kali Nyamat. Putri berikutnya diperistri Panembahan Pasarean di Cirebon.

Putra keenam, disebut Pangeran Timur, lalu diangkat menjadi Adipati di Madiun dan selanjutnya

bergelar Panembahan Mediyun.



Waktu itu Madiun masih disebut sebagai Kota Miring. Pangeran Timur yang diangkat sebagai

bupati di Kota Miring, apabila menghadap ke Pajang, diperkenankan duduk bersanding dengan

gusti Sultan Pajang, berbeda dengan bupati yang lain, oleh karena itu cara menghadap Pangeran

Timur sering disebut dengan Madiyangayun.



Ngayun yang berarti cara menghadap Pangeran Timur lebih maju dari pada bupati yang lain.

Madya berarti kedudukan Pangeran Timur sudah seperti setengah raja. Oleh karena itu lama

kelamaan Kota Miring disebut juga kota Madiun, dan yang memerintah di Madiyun disebut Pa

nembahan Senopati Madiyun.



Panembahan Senopati Madiun mempunyai dua orang putra. Yang sulung bernama Ajeng Retno

Dumilah, dan yang muda diberi nama Raden Lontang.

Saat itu Demak mulai suram dan Pajang mulai timbul. Saat itu Arya Penangsang memberontak, dan

berhasil dibunuh oleh Sutawijaya, sehingga ketenaran Pajang mulai bergeser ke Mataram, dan

Sutawijaya bergelar Ngabehi Loring Pasar, dan semua bupati takluk kepada Mataram. Tapi Madiun

tidak takluk ke Mataram, karena masih membela kematian Arya Penangsang, yang pada akhirnya

nantinya timbul peperangan antara Mataram dengan Madiun. Agar peperangan tidak berlarut larut

Sunan Giri berkenan turun ke lapangan, dan dipertemukan antara Madiun dengan Mataram. Disitu

Sunan Giri membuat teka teki.:" Dunia ini ada dua macam, wadhah dengan isi." Disini Madiun lebih

memilih isi dan mataram lebih memilih Wadhah.



Setelah itu peperangan berhenti, dan utusan Mataram pulang ke Mataram. Saat itu di Mataram

sedang ada pertemuan, dan para utusan melaporkan hasil pertempurannya dg Madiun. Sebenarnya

sang raja marah mendengar hasil pertemuannya dg Madiun, tapi para sesepuh memberi penjelasan

kalau memilih wadhah itu lebih utama dan lebih bijaksana, namun Mataram juga masih harus tetap

berhati - hati, karena Madiiun masih mempunyai pusaka sakti, kyai Tundhung Mediyun yang cara

mengatasinya amatlah rumit.



Lalu Panembahan Senopati mengutus Nyai Ria Adisara untuk membawa kembang setaman ke

Madiun perlu untuk mencuci kaki Panembahan Madiun sebagai tandha takluk. Tetapi Panembahan

Madiun beserta para prajuritnya tidak percaya, lalu mereka pergi ke suatu tempat untuk ngongak

(melihat dari kejauhan) apa benar Mataram mengirim pasukan tandha takluk. Daerah itu sampai

kini diberi nama desa pangongakan. Setelah Nyai Ria Adisara sampai segera mencuci kaki Panem

bahan Madiun dengan kembang setaman, dan sisa dari air untuk mencuci kaki Panembahan Madiun

itu lalu dibawa ke Mataram guna dipakai keramas Panembahan Senopati.



Tetapi setelah Nyai Ria Adisara meninggalkan Madiun, tiba- tiba para prajurit Mataram yg

berjumlah ribuan segera menyerang Madiun yg tak siap berperang. Bagaikan air bah mereka menye

rang Madiun, sampai Madiun kebobolan. Saat itu Panembahan Madiun Panembahan Rangga

Jumena segera memanggil putrinya Raden Ayu Retno Dumillah untuk dipasrahi pusaka keris

Tundhung Mediyun, untuk dipakai menumpas siapa saja yg berani menembus Kadipaten Madiun.

Dan setelah itu panembahan Rangga Jumena hilang gaib tanpa bekas.



Raden Ayu Retno Dumilah segera membentuk pasukan wanita guna dipakai benteng terakhir

Madiun. Panembahan senopati mengetahui hal ini segera merayu sang dyah ayu. Karena terlena

oleh rayuan Panembahan Senopati, dg tanpa disadarinya keris Tundhung Mediyun jatuh terlepas

dan segera disaut panembahan senopati, dan Raden Ayu Retno Dumilah menjadi istri Panembahan

Senopati dan Mediyun mulai saat itu menjadi daerah taklukan Mataram.



---------tamat --------





Jumlah Pengunjung :

No comments: